BINTANG DI ATAS ALHAMBRA





Yang terpenting adalah bukan setia pada mimpi, melainkan setia pada proses”

Novel ini aku pilih karena ini novel paling ringan yang dimiliki teman dan bisa dipinjam J .

Novel ini sejatinya ingin bercerita tentang seorang anak desa yang menemukan mimpinya di bilah bambu pondok pesantrennya, dan berhasil mewujudkannya. Aku kira aku akan mendapat cerita bagaimana Dia memperjuangkan mimpinya, bagaimana Dia istiqomah dalam jalan yang Ia pilih dan bagaimana Dia menjalani hari-hari di negeri asing sendiri bersama istri dan bayinya, sebagaimana novel-novel motivasi meraih mimpi yang pernah aku baca sebelumnya. Ternyata tidak. Aku hanya mendapat cerita tersebut di 3 bagian pertama, sedikit di tengah, dan sedikit di akhir. Lalu selebihnya apa? Ternyata oh ternyata ada banyak pengetahuan sejarah yang membuat aku manggut-manggut ketika membacanya. Isinya seputar sejarah beberapa tempat yang ia kunjungi .. Cara penyampaiannya tentang cerita sejarah itupun menurutku cukup menarik. Pertama, karena cerita itu disampaikan dengan gaya Dialog antara Dia dan Lisa (sahabatnya dari Chile Spanyol) dan Kedua, karena Dia mampu menautkan pengetahuan sejarah dari buku satu ke buku yang lainnya yang dikorelasikan dengan bukti sejarah yang ada di tempat itu. Di situ terlihat, kemampuan analisisnya yang cukup bagus.

Mulai dari Melbourne, Dia bercerita soal Aborigin, suku asli Australia. Dia mempertanyakan soal keberadaan suku tersebut. Bagaimana bisa suku asli bisa terkalahkan oleh pendatang orang kulit putih. Tanah yang sekarang adalah taman-taman yang indah ini, dulunya adalah sumber penghidupan masyarakat Aborigin. Lalu dimana mereka sekarang? Mengapa mereka tak mudah terlihat seperti melihat orang kulit putih?…. Apa karena saat itu mereka tak memiliki kemampuan dalam hukum hak sehingga mereka tersisihkan. Bagaimana bisa orang asli malah menjadi orang asing di tanahnya sendiri. 

Dari Melbourne Australia, Dia mendapat kesempatan menjejakkan kaki di daratan Eropa. Kota yang pertama ia kunjungi adalah Leiden. Memang, Leiden menyimpan banyak cerita sejarah. Arsip sejarah Indonesia banyak tersimpan di sana. Di Leiden, Dia bercerita tentang sebuah tempat (Hall), yang dulunya digunakan oleh majelis hakim memutuskan bahwa Timur Leste dapat berpisah dari Indonesia.

Seterusnya Dia bercerita tentang Spanyol – Jerman – Alhambra. Serasa dibawanya kita ke sana.

Dimanapun Dia menginjakkan kaki, di situ Dia akan bercerita soal sejarah tempat tersebut.
Dari beberapa cerita sejarah yang ia sampaikan ada satu hal yang menurutku menarik. Yakni tentang cerita Lisa yang bercerita tentang pembakaran koleksi perpustakaan untuk mengambil alih sebuah peradaban.

Selain sejarah, kemampuan analisisnya terhadap sebuah fenomena juga cukup bagus. Dia piawai menjelaskan teori – teori sosial dan mengaitkannya dengan fenomena yang terjadi.

Pelajaran yang bisa didapat dari novel ini adalah. Pertama, Dimanapun kamu pergi, jadikan tempat kunjunganmu itu sebagai suatu yang dapat kita ambil pelajarannya. Entah itu pelajaran dari segi sejarah, segi demografi atau yang paling terlihat adalah tentang kehidupan masyarakat setempat. Kedua, Dimanapun kamu, siapapun kamu, kamu wajib punya mimpi yang tinggi. Setelah punya mimpi, maka tulislah mimpi itu dan baca setiap hari. (atau bisa juga ditempel di dinding) ntah akan tercapai atau tidak. Penulis tidak pernah menuliskan mimpi akan sekolah ke Australia. Dia menulis sekolah ke Leiden. Bukan berarti Dia tak menggapai mimpinya. Dia telah menggapai mimpinya dengan jalan yang dipilihkan oleh-NYA. Sekolah di Australia dan magang di Leiden.  Dan penulis menegaskan, yang terpenting adalah bukan setia pada mimpi, tapi setia pada proses. Terus berusaha mewujudkannya.    

Judul Buku : Bintang di Atas Alhambra 
Penulis         : Ang Zen 
Penerbit       : Bunyan, 2013 
Halaman      : 355


Komentar