RUMAH TANGGA



Lokasi : Hutan Pinus Kragilan, Magelang

Saat akan menikah, banyak nasihat yang saya dengar, ngaji-ngaji yang saya ikuti dan tanya kesana kemari untuk konsultasi yang tujuannya cuma satu, supaya rumah tangga yang kami bangun nanti selamat dunia akhirat 

Salah satu nasihat sahabat saya yang berhasil menenangkan kegugupan saya kala itu adalah bahwa “ rumah  tangga itu proses belajar” akan  terus menjadi pembelajar. Teori a, b, c, d, e akan terimplementasikan sesuai dengan kondisi  masing – masing dari apa yang kita hadapi nanti. Hal inilah yang menjadikan kita menjadi pembelajar sepanjang masa. Kalau kata saudara semargaku, hihihi (Melly Adelia), “Kesan pernikahan buat aku itu ya, bisa punya long-life-learning yang bikin kita makin mengenal satu sama lain dan insyaallah bikin kita makin dewasa".

Ijab qobul terucap, kata sah telah didapat. Maka mulaialah kehidupan rumah tangga itu.

          Kami dua insan yang sangat berbeda, celakanya, kami tidak menyadari itu. Seringkali kami diam berharap pasangan kami mengerti tanpa dijelaskan karena bagi kami itu sudah biasa terjadi dan harusnya sudah mengerti. Ternyata Tidak. Banyak hal kecil yang kami berbeda. Awalnya saya menggerutu. Dia pun demikian. Tapi lama -  lama kami mengerti. Kami dibesarkan dengan tata cara yang berbeda dan tentunya dengan budaya yang berbeda pula. Perbedaan itu mengajari kami komunikasi, legowo, bersabar belajar satu sama lain untuk menjadi lebih baik.

          Satu bulan awal adalah masa rumah tangga yang aneh. Pertanyaan yang sering muncul dibenak kami adalah. Apa rumah tangga itu seperti ini?  Bayangkan saja tak jarang kami saling jail, seperti menyelipkan cabe dalam suapan makanan, dsb.  Tidak sering suami saya ingin ke tempat a, saya ke tempat b. dan kami berangkat masing – masing. Orang lain melihat kami aneh. Tapi bagi kami, itu biasa. Ya kadang kala kami masih terbawa dengan status pertemanan kami sebelumnya. 

          Beginilah kami yang masih terlalu muda untuk berbicara soal rumah tangga. Masih harus banyak belajar. Sering mengingat niat awal mengapa kami menikah. Insyaalloh niat itu adalah karena ibadah semata. Benar apa kata salah satu kakak kami, Ulfa (2018) "Mau senang, sedih, sebal, rindu, marah, cobalah selalu ingat tujuan awal (ibadah). Harus ingat tujuan awal. Biar hati tetap netral".   

          Tentang perbedaan, pasti ada. Tentang rasa kecewa, juga pasti ada. Bukan berarti itu adalah petanda kegagalan atau keburukan. Begitulah sunatulloh. Ada dua pikiran yang keduanya menuju satu tujuan. Dibutuhkan komunikasi, saling mengerti dan mengalah. Mengalah tak berarti kalah, teringat pesan guru kami Al Habib Abdul Qodir Assegaf,  “Belajarlah mengalah sampai tak seorangpun mengalahkanmu”.  






         

Komentar