MY FRIENDSHIP STATEMENT


          

Layaknya manusia sosial lainnya, saya memiliki dua orang sahabat. Bahkan sudah seperti saudara sekandung. Dian dan Niswa. Mereka bukan orang – orang serius, bukan orang penting, apalagi orang terkenal, bukan, mereka orang biasa dengan cita – cita yang sederhana saja.


          Dipertemukan kala mengenyam pendidikan sarjana di Universitas Airlangga Surabaya, tepatnya dalam satu tim mahasiswa wirausaha. Sok - sok an bikin usaha. Niswa sang pemilik ide cemerlang kala itu menawarkan ide membuat usaha tas dari bahan jeans. Pada saat itu, tas dengan bahan jins masih sangat jarang. Kami buatlah proposal bisnis dan coba dipresentasikan di depan investor. Percaya atau tidak, kami sama sekali tidak memiliki bakat desain. Apalagi jahit menjahit. Tapi hasil presentasi menunjukkan bahwa kami lolos dan mendapat dana modal sebesar 10 juta. Dari sini kami mulai sering berinteraksi. Tidak hanya dengan masing – masing pribadi, namun juga keluarga kami. Ibu Dian kebetulan memiliki kemampuan menjahit yang bagus. Kami sempat akan membuat Tas pada Ibu Dian. Namun lokasi yang jauh tak memungkinkan untuk merealisasikan hal tersebut. 

"Tidak hanya dengan masing – masing pribadi, namun kami juga menjalin hubungan baik hingga dengan keluarga kami"

          Belum selesai menghabiskan uang 10 juta, kami mencoba ikut Program Kreatifitas Mahasiswa, biasa disebut PKM. Ada dua proposal penelitian yang kami ajukan, dengan lokasi yang berbeda. Tidak tanggung – tanggung, proposal penelitian pertama berlokasi di Tuban dan proposal penelitian kedua berlokasi di Blitar. Kedua lokasi tersebut berada di plosok. Tidak cukup dengan naik bus antar kota untuk menjangkaunya. Musti ganti kendaraan beberapa kali hingga sampai pada lokasi. Dan saat kedua proposal penelitian diijabah untuk dilaksanakan, itu artinya kami harus melaksanakan dua penelitian di dua tempat sekaligus. Baik, rasanya ingin memiliki kemampuan membelah diri seperti amoeba. Penelitian antar kota ini membuat kami sering bermalam bersama, berdebat membicarakan nama – nama desa yang tidak lazim, dan kita memikirkan harusnya nama desa tersebut adalah. Sangat tidak mungkin kami menentukan sebuah nama desa. Tapi kami melakukannya. Sangat tidak penting memang. 
 
"Bersama Untuk Melakukan Hal yang Produktif" 

          Dari sekian project yang kami lakukan bersama, saya paling tidak bisa mengikuti ritme “deadliners” ala mereka. Parah. Saya bukan orang dengan perencanaan yang baik. Tapi ternyata ada yang jauh lebih parah. Namun seringkali di sisa – sisa akhir waktu itulah segala sesuatunya tiba – tiba menjadi sangat lancar.
 "Tetap Jadi diri - sendiri"

          Dari sekian episode kehidupan, bukan berarti kami selalu berda pada zona baik – baik saja. Akhir kuliah s1. Saya ingat betul. Fase terakhir ini sangat berkesan bagi kami. Terutama Niswa. Entah apa yang terjadi pada Niswa saat itu. Tugas akhirnya tak kunjung selesai. Tiba – tiba menjadi buronan dosen pembimbing. Saya dan Dian jadi sumber kekepoan Orang tuanya. Hingga pada suatu semester hampir saja skripsinya selesai. Saya dan Dian membantu mengerjakan hal – hal teknis dari skripsinya. Namun mau dikejar seperti apa kalau yang menjalankan gak mantep juga percuma. Kali ini, belum berhasil maju sidang.  Rasa bersalah, dan gemes mulai kami rasakan. Segala upaya kami lakukan, namun, baik Dian maupaun saya, saat itu mulai kehilangan kontrol atasnnya. Sebenarnya kalau soal skripsi, apalagi tinggal BAB terakhir, kalau dia mau, sebulan juga pasti bisa diselesaikan. Kuncinya ada didalam diri sendiri. Tidak hanya soal skripsi. Ada banyak episode kehidupan lainnya yang membuat kami saling menguatkan satu sama lain.  

"Saling Mengingatkan Satu Sama Lain"

          Selepas mengenyam pendidikan S1, kami mulai menjalankan aktifitas masing – masing. Dian sebagai Asisten penelitian dosen, Niswa kembali ke kampung halamannya, dan saya juga kembali ke kampung halaman untuk bekerja sebagai pustakawan. Diantara kami bertiga, bisa dikatakan  saya adalah orang yang terlampau cinta dengan jurusan. Ilmu Perpustakaan. Dian sebenarnya ingin masuk jurusan matematika, sedangkan niswa sangat suka hal – hal yang berbau sejarah. Selama 4 tahun mereka bergelut dengan sesuatu yang bukan menjadi tujuannya. Berusaha mencintai apa yang disuguhkan sang mahakuasa. Dari sinilah pertanyaan – pertanyaan kritis terkait Ilmu perpustakaan seringkali mereka lontarkan. Sedangkan saya, karena sudah terlampau suka, saya merasa aman – aman saja dengan apa yang saya pelajari. Semua terlihat sempurna saat kita terlalu mencintainya. 

          Tidak lama, saya mulai melanjutkan pendidikan S2. Dan 2 tahun kemudian, Niswa dan Dian bersamaan mengambil pendidikan S2 di universitas yang berbeda. Niswa di Universitas Pertahanan dengan beasiswa penuh. Sedang Dian di Universitas Indonesia dan masih harus bergerilya memperjuangkan beasiswa. Tak patah arang, setiap ada kemauan pasti ada jalan. Benar saja, Rezeki – rezeki tak terduga datang dari tangan – tangan tuhan. 

 Niswa mulai berani mengambil jurusan yang ia sukai, tetap obyek kajiannya adalah perpustakaan, namun khusus perpustakaan pada daerah rawan bencana. Dan Dian, sudah mulai fokus mendalami ilmu perpustakaan. Tidak seperti saat kuliah S1, Niswa sangat passionate dengan bidang yang diambilnya. Beberapa kajian ia lakukan dan berhasil mempresentasikan penelitiannya di Inggris. Tidak hanya itu, Niswa berhasil menyelesaikan studinya lebih cepat dari masa studi S2 pada umumnya. Semacam balas dendam gitu ya, Nis wkwkwkwk. 
“Sometimes you have to experience the bad, so that you can learn to appreciate the good things that enter your live.” (Leon Brown)


 

 Sedangkan Dian, Barokalloh, akhirnya, baru saja ia menyelesiakan S2 nya dengan tepat waktu. Meski banyak drama selama bimbingan tesis. Ia dengan idealismenya, yang saat itu diragukan oleh pembimbing, akhirnya mampu menjelaskan dan menunjukkan hasil terbaiknya. Tak ada hasil yang menghianati sang proses. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang-Imam Syafi’i.






Selama itu, Meski kami sudah jarang bertemu, grup WA yang berisi kami bertiga, alhamdulillah masih sering menjadi wadah curhat, berbagi informasi, juga saling menguatkan satu sama lain. Apapun yang menjadi passion kami, tidak ada yang paling baik dan paling buruk. Prinsip kami, apapun yang ada dihadapan kami, kami harus lakukan yang terbaik. 

Kami berani berkata tidak, berani berkata itu jelek, gak penting,  saat memang ada  diantara kami yang tidak setuju. Kami juga tidak selalu bersama. Kami memiliki dunia masing – masing. Tumbuh dengan keunikan masing – masing. Dan di satu titik, kami kembali saling memberi saran kritik untuk kemajuan diri kami masing – masing .



Komentar

Posting Komentar