Selasa, 30 Agustus 2022

Peran Literasi Digital dalam Mengembangkan Potensi Lokal

Agustus 30, 2022 0

 

 


 Peran Literasi Digital dalam Mengembangkan Potensi Lokal

Nisa Adelia

 Sekitar pertengahan tahun 2016 saya mendapat panggilan kerja di Perpustakaan Hukum Bagian Hukum Setda Kab. Magelang. Segera saya memenuhi panggilan tersebut  dan menetap di Mungkid Kab. Magelang. Kecamatan Mungkid merupakan Ibu Kota Kab. Magelang yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Borobudur. Kami tinggal di perbatasan antar dua kecamatan tersebut. Jarak ke Kecamatan Borobudur yang lebih dekat, membuat kami lebih sering beraktifitas di daerah Kecamatan Borobudur. Salah satu aktifitas yang sering kami lakukan adalah  jalan – jalan di sekitar pasar Borobudur untuk melepas penat setelah seharian mengerjakan pekerjaan yang padat. Jika akhir pekan tiba kami menyempatkan bersepeda pagi ke desa Borobudur untuk menikmati pemandangan sawah hijau yang memanjakan mata, segarnya udara pagi dan romantisnya penduduk desa beraktifitas mengolah sawah dan kerajinan.

Suatu malam, selepas maghrib saya mendapat pesan dari salah satu kawan yang jarak rumahnya sekitar 5 km dari Candi Borobudur. Setelah menyelesaikan solat maghrib, saya dan suami berangkat mengikuti map yang sudah dibagikan olehnya melalui whatsapp. Bagi kami memutuskan perjalanan selepas maghrib adalah waktu yang belum terlalu malam. Namun sepanjang jalan desa yang kami lewati sangat sepi dan gelap.  Semakin jauh kami berkendara mengikuti maps tersebut, jalan semakin sepi, berkelok dan menanjak. Rumah warga semakin jarang kami temui, jalan menyempit dan diapit kebun bambu yang rimbun. Di titik 100 m dr lokasi mulailah terlihat cahaya lampu dari salah satu rumah warga. Semakin dekat cahaya itu paling terang diantara rumah warga yang lain. Alhamdulillah ternyata rumah paling terang itulah rumah kawan kami.

Kami disambut Mbak Endah dan Pak Kodim (Tuan Rumah) di gazebo sebelah rumahnya. Wedang teh dan gorengan disuguhkan. Di Gazebo tersebut terdapat besek – besek hasil kerajinan Pak Kodim dan warga sekitar yang akan dijual.

 “Alhamdulillah, Mba, Mas, warga sini sedikit, sedikit mau gerak bareng – bareng bikin besek. Lumayan bisa buat tambahan bayar SPP Sekolah.” Kata Mba Endah, Istri Pak Kodim sembari menyuguhkan cemilan toplesan.

“Sebelumnya, ngeri, Mba, 3 tahun lalu (2013) dusun Kami masuk garis merah kemisikinan” Lanjut Mba Endah.

Sontak kami kaget. Bagaimana bisa desa yang berjarak hanya 5 km dari kantor kecamatan dan  Candi Borobudur masuk dalam garis merah kemiskinan. Sedangkan Candi Borobudur itu mendapat kunjungan wisatawan hampir belasan ribu perharinya. Artinya ada potensi market yang besar di sekitar Candi Borobudur. Seketika romantisme desa yang kami saksikan itu runtuh.

Kemiskinan seolah menjadi pekerjaan rumah yang tak kunjung selesai dari era ke era. Hingga memasuki era digital dan informasi seperti saat ini masih banyak desa-desa yang terbelakang dan berada di garis merah kemiskinan (Scoones, 2021). Indonesia sendiri  pada tahun 2015 memiliki penduduk miskin mencapai 10,96 persen (27,73 juta jiwa) dengan prosentase sekitar 62,65 persen penduduk miskin ada di desa. Kemudian di tahun 2021 presentase penduduk miskin adalah 9,71. Artinya ada penurunan sekitar 1.25 persen dari tahun 2015. Meskipun mengalami penurunan, presentase kemiskinan tahun 2021 sebesar 9.71 itu merupakan angka kemiskinan yang masih sangat perlu untuk diturunkan.

Jika menilik penyebab kemiskinan memang sangat komplek. Penanda yang paling mudah terlihat adalah tidak tersedianya profil desa (jumlah penduduk, warga desa yang miskin dsb), kondisi infrastruktur yang tidak memadai, aparatur desa yang tidak kompeten, kantor desa yang tidak berfungsi bahkan ada yang tidak punya hingga abai terhadap potensi atau aset desa yang dimiliki. Hal ini masih ditambah dengan menjamurnya pasar ritel di pelosok desa yang tentu saja mematikan pasar desa maupun warung kelontong yang ada di desa(Marwan Ja’far dalam Zamroni ,2015). Abai terhadap potensi lokal ini memiliki indikasi bahwa masyarakat abai karena tidak tahu bahwa kelokalan yang mereka miliki merupakan sebuah potensi yang dapat dikembangkan.  

Ketidaktahuan atau bahkan ketidaksadaran warga desa terhadap potensi lokalnya  bisa jadi karena terbatasnya pengetahuan, wawasan dan pengalaman. Padahal di era yang serba terbuka seperti saat ini, informasi dan pengetahuan sangat mudah didapatkan melalui gawai. Dimana saat ini gawai sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat desa. Artinya masyarakat desa memiliki akses yang sama untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan. Namun ternyata kesamaan akses saja tidak cukup untuk menjadikan informasi dan pengetahuan yang tersedia di jagat maya berdampak pada kehidupan masyarakat desa. Dibutuhkan keterampilan dalam berselancar dan menggunakan informasi di dunia maya. Keterampilan tersebut lazim disebut literasi digital.

Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat – alat komunikasi atau jaringan dalam menemukan mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari -hari (Tim, 2017). literasi itu sendiri, adalah kegiatan yang menjadikan masyarakat Indonesia peka dan mampu menganalisa lingkungan sekitar, mampu melahirkan individu-individu yang sarat karya atas informasi yang diterimanya, yang tak putus mengungkapkan gagasan – gagasan guna menumbuhkan budaya kompetensi dan iklim intelektualitas di Indonesia. Bukan semata memproduksi masyarakat yang gandrung membaca kemudian semata “pengikut” dengan keterbatasan analisa, ketidakmampuan berargumen apalagi menghasilkan karya yang memiliki ciri khas(Primadesi,2018). Artinya literasi digital tidak serta merta tentang kemampuan penggunaan piranti digital namun juga kemampuan menganalisis, menangkap peluang serta mampu mengembangkan potensi diri yang memiliki ciri khas.

Konsep literasi digital tidak dapat dilepaskan dari kegiatan literasi seperti membaca, menulis, berhitung dan kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan(Tim,2017) karena literasi digital merupakan kecakapan hidup (Life Skill) yang tidak hanya tentang mampu menggunakan teknologi informasi namun juga kecakapan bersosialisasi, berkomunikasi, menganalisis, berpikir kritis, mampu menyampaikan gagasan (Tim,2017) dan bisa sampai menghasilkan karya yang memiliki ciri khas. Maka untuk membangun budaya literasi digital itu, dibutuhkan akses membaca dan ruang atau institusi sosial yang mampu menumbuhkan budaya literasi. Dengan begitu pengetahuan masyarakat sedikit demi sedikit akan terbangun. Karena sangat mustahil bahwa apa yang seseorang ketahui tentang sesuatu itu terlepas sama sekali dari aspek sosial dan budaya dimana sesorang berkehidupan(Pendit,2018). Sehingga adanya akses membaca dan ruang atau institusi sosial tidak dapat diremehkan atau diabaikan dalam membangun pengetahuan masyarakat. Jika pengetahuan masyarakat terbangun maka  “produksi pengetahuan” masyarakat desa menjadi sebuah keniscayaan. Produksi pengetahuan masyarakat desa inilah yang nantinya mampu membawa ke kemandirian desa dalam penghidupan berkelanjutan.

Sebagaimana yang telah dilakukan oleh kawan kami, Mbak Endah dan Pak Kodim.  Dengan memanfaatkan akses yang ada di gawainya untuk mereformulasi besek sebagai potensi lokal yang ada di desanya  menjadi produk yang memiliki nilai jual tinggi. Besek dipilih karena bambu yang merupakan bahan baku besek banyak sekali tumbuh liar di sepanjang dusun mereka tinggal. Selain itu juga, warga sekitar banyak yang memiliki keterampilan membuat besek. Sehingga dengan mereformulasi besek, maka selain untuk memanfaatkan potensi lokal, juga akan membawa manfaat untuk warga pengrajin besek lainnya.  Reformulasi besek ini dinilai cukup berhasil. Hal tersebut terbukti dari penjualan offline  dan online besek yang awalnya hanya terbatas di Kecamatan Borobudur mulai berkembang hingga antar pulau bahkan pernah laku hingga luar negeri. Lagi – lagi karena memanfaatkan teknologi informasi grafik penjualan juga terus mengalami peningkatan.

Dari praktik baik yang dilakukan Mbak Endah dan Pak Kodim tersebut, terlihat bagaimana peran literasi digital dalam mereformulasi besek dan strategi penjualan online yang membuat besek terjual hingga keluar pulau bahkan luar negeri. Hari ini praktik baik yang dilakukan Mbak Endah dan Pak Kodim masih terus berlanjut hingga sekitar 26 warga sekitar bergabung bersama untuk membuat besek dan kemudian hasil jual besek sebagaian dikelola untuk dana pendidikan anak – anak mereka. Praktik baik Mbak Endah dan Pak kodim inilah salah satu bentuk dari “produksi pengetahuan” masyarakat desa. Jika sudah demikian maka tinggal bagaimana pemangku kebijakan memasukkan produksi pengetahuan masyarakat desa kedalam kebijaknnya. Akankah? 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Pendit, Putu Laksman.2018.Pustaka dan Kebangsaan.Jakarta : ISIPII

Primadesi, Yona.2018.Dongeng Panjang Literasi Indonesia.Padang:Kabarita

Scoones, Ian.2022.Penghidupan Berkelanjutan dan Pembangunan Pedesaan.Yogyakarta:InsistPress

Tim.2017. Materi Pendukung Literasi Digital. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Tim.2022.BPS 2021.Jakarta : BPS dapat diakses di link dibawah ini https://www.bps.go.id/publication/2021/02/26/938316574c78772f27e9b477/statistik-indonesia-2021.html

Zamroni, Sonaji.2015.Desa dan Penghidupan Berkelanjutan.Yogyakarta:IREYogyakarta

 

 

 

 

 

           

Minggu, 17 Maret 2019

Ahmad Azzam Muhammad

Maret 17, 2019 0




Sudah satu minggu, di setiap pagi aku jalan mondar mandir dengan perut buncit dan kaki bengkak sembari memegangi pinggang yang terasa pegal.  Ini aku lakukan supaya aku bisa melahirkan secara normal. 

Kamis, 28 Februari 2019

Berikut Menulis Asik di Blog Bersama Prita HW.

Februari 28, 2019 4




Setelah sukses dengan sesi sharing pertama yang bertema  menulis ala Kak Miyosi, pada sesi sharing TJI kedua kali ini, sharing sesion di grup WA alumni TJI masih membahas seputar tulis menulis. Namun kali ini kegiatan tulis menulis lebih dikhususkan pada dunia blog. 

Dewasa ini dunia blog cukup ramai dan mulai diperhitungkan eksistensinya. Hal ini ditandai dengan banyaknya kesempatan menjadi conten writer dan review product (endorsment). Selain itu, perlombaan menulis di blog dengan beragam tema juga semakin banyak ditawarkan dengan hadiah yang lumayan. Ada juga yang memanfaatkan blog sebagai lahan rezekinya atau menggunakan blog sebagai etalase hasil karya pribadinya dan atau sekedar sebagai tempat menyampaikan uneg – uneg (baca : opini). Jadi lega gitu ya kalau uneg – uneg bisa tersampaikan. Hehehe. 

Senin, 11 Februari 2019

Teman Bicara

Februari 11, 2019 6


“Sementara kita pulang ke Magelang ya, Dek.” Aku bergeming sembari mengencancangkan pelukanku pada laki - laki yang baru saja kemaren sah menjadi suamiku.

Minggu, 03 Februari 2019

Menulis Asik ala Kak Miyosi

Februari 03, 2019 8

Halo semua. Kali ini saya tidak menulis resensi buku. Saya akan menulis review kuliah WA "menulis asik" bersama Kak Miyosi yang berlangsung di Grup Alumni TJI. 

Apa itu TJI?

TJI merupakan singkatan dari The Jannah Institute. Didirikan oleh Kak Prita (salah satu alumni Ilmu Perpustakaaan dan Informasi). TJI  itu sendiri bergerak di bidang Knowledge Preneur. Salah satu bidangnya adalah Blogging dan Kepenulisan. lebih jauh tentang TJI, bisa kepo - kepo di sini
Malam ini sesi sharing alumni TJI adalah "Menulis Asik" dengan narasumber Kak Miyosi Ariefansyah. Siapa itu Kak Miyosi?

Kamis, 13 Desember 2018

Rabu, 18 Juli 2018

Kisah Menarik Berawal dari Bunda Ceria

Juli 18, 2018 0



Masa anak – anak  merupakan masa tumbuh kembang  yang tidak hanya bertumbuhnya fisik namun juga mental dan pikiran. Pendidikan pada masa anak – anak menentukan mindset anak yang dia bawa hingga dewasa nanti. Maka dari itu, jika pendidikan anak – anak tidak diperhatikan dengan baik, sama saja mempersiapkan boomerang bagi kita, orang tuanya. 

Rabu, 04 Juli 2018

About Me

Juli 04, 2018 2




Nisa Adelia, seorang Ibu Rumah Tangga, Istri, dan selebihnya bekerja kantoran sebagai Pustakawan  Dokumen dan Informasi Hukum di Bagian Hukum Setda Kabupaten Magelang. Suka ngobrol sendiri di nisaadelia7.blogspot.com. Tempat jumawa di IG @nisaadelia7. Dan kadang suka narsis di Fb : Nisa Adelia. Pernah mengenyam pendidikan Ilmu Informasi dan Perpustakaan di Universitas Airlangga Surabaya dan Universitas Indonesia. 

Saat ini, kesibukan saya adalah mengurus keluarga, membaca dan menulis, mengelola Konsultan Perpustakaan Pustaka Rumah C1nta  serta pustakawan di Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Bagian Hukum Setda Kabupaten Magelang. Untuk bekerja sama dengan saya, bisa melalui nisaadelia7@gmail.com. Terima kasih sudah mampir di sini. Semoga mendapat manfaat. Salam.



Sabtu, 30 Juni 2018

MY FRIENDSHIP STATEMENT

Juni 30, 2018 1

          

Layaknya manusia sosial lainnya, saya memiliki dua orang sahabat. Bahkan sudah seperti saudara sekandung. Dian dan Niswa. Mereka bukan orang – orang serius, bukan orang penting, apalagi orang terkenal, bukan, mereka orang biasa dengan cita – cita yang sederhana saja.

Sabtu, 26 Mei 2018

REVIEW BUKU HELLOMOTION COUPLE GOALS

Mei 26, 2018 0


Membaca judulnya, jadi teringat seringnya saya dulu menemukan hastag couple goals di instagram didukung foto liburan, karya, kulineran berdua dan banyak juga yang absurd lainnya. Dari foto – foto yang berseliweran di IG itu memunculkan definisi couple goals secara serampangan di kepala saya. Bahwa segala sesuatu yang menjadi tujuan bersama dan berhasil dilakukan bersama adalah makna dari “couple goals”.

Siapa yang tidak ingin memiliki tujuan bersama pasangan hidupnya, membuat karya bersama yang dicintai, menghasilkan karya bersama, membangun suatu usaha bersama, bersama – sama mewujudkan impian – impian, berusaha jatuh bangun dari nol, bangkit bersama hingga tujuan tercapai. Ingin, bukan ???

Tahan jawaban kamu, Mungkin Jawaban dari kebanyakan kita dapat ditebak, namun ada juga sebaliknya. Memiliki impian bersama dan memiliki keinginan untuk mewujudkan impian bersama pasangan bukan perkara mudah. Keharmonisan rumah tangga menjadi taruhannya, apalagi kalau sudah nyerempet soal ekonomi. Ketahanan impian bersama dan rumah tangga benar - benar  diuji kekuatannya.

Jangan Khawatir, kita semua ingin memiliki kekuatan bersama itu. Kekuatan untuk mewujudkan impian bersama apapun kondisinya. Apalagi di jaman sekarang, kemajuan ideologi dan independensi bergelar passion itu sedang digandrungi anak muda Indonesia, maka tidak heran saat ini banyak lahir dunia baru, profesi baru, peluang - peluang baru. Kita tidak ingin tergerus zaman tentunya. Kebersamaan kehidupan rumah tangga kita manfaatkan untuk tidak hanya mengurus persoalan teknis rumah tangga semata. Namun bisa juga menjadi peluang kekuatan bersama mewujudkan impian bersama, terlebih karya yang bisa menyokong kepulan kompor dapur di kehidupan rumah tangga kita.  

Buku ini tidak berbicara cara, langkah – langkah atau tips – tips mewujudkan couple goal.  Lebih dalam, Buku ini bercerita soal understanding couple, passion, dan working together

Wahyu Aditya dan @nengarie adalah pasangan yang sukses mewujudkan couple goalsnya. Izinkan Saya menyebut mereka sebagai pasangan HelloMotion. HelloMotion itu sendiri merupakan usaha yang mereka bangun bersama. HelloMotion merupakan perusahaan yang bergerak di bidang design kreatif yang didirikan oleh Wadit, sapaan akrab wahyu Aditya.

Saat itu, @nengarie sang istri masih bekerja di sebuah stasiun televisi ternama. Dan pada satu  kesempatan, @nengarie memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya itu. Beragam pertimbangan yang muncul dibenak kepala @nengarie saat Wadit suaminya, menawrinya untuk bergabung pada usaha yang sedang dibangunnya itu. Bukan apa – apa, banyak yang bilang kalau bekerja pada satu tempat dengan pasangan itu, efek panas dinginnya bisa berimbas ke rumah tangga.  Ngeriiii. Amit-amit. @nengarie pun mencoba menerima tawaran suaminya itu. Dan benar saja, dalam buku ini mereka bercerita, jangan pernah bertanya seberapa sering mereka bertengkar ketika membahas pekerjaan. Satu masalah di kantor bisa – bisa terbawa sampe rumah. Dan ternyata rumah membawa atmosfer ketenangan yang secara tidak sadar mampu memunculkan rem untuk berhenti membahas masalah kantor.

“Kami tidak pernah merasa takut untuk berbeda pendapat dan memperjuangkan pendapat masing – masing. Karena kami sama – sama sadar bahwa apa yg kami perjuangkan tidak lain untuk kemajuan usaha yang sedang dijalani.”

Ada kesadaran diantara mereka bahwa apa yang mereka kerjakan toh nantinya juga untuk kebaikan usaha dan berujung pada rumah tangga juga.

Kedua pasangan ini memiliki pribadi yang unik. Wadit seorang laki laki yang terlahir dengan kesukaan pada seni gambar. Meski selama sekolah seringkali pelajaran seni diremehkan, hanya 2 jam pelajaran setiap minggunya. Namun selama 2 jam pelajaran seminggu itu, Wadit merasakan kebahagiaan tersendiri. Dan merasa tersiksa saat ketemu sama matematika dan IPA.  Pendeknya jam pelajaran seni, tidak menyurutkan Wadit untuk menekuni apa yang dia senangi. Karena seni adalah kebahagiaannya. Semacam ada emosi mendalam saat ia mampu menghasilkan karya seni.

Kecintaannya pada dunia seni terutama pada seni gambar membuat Wadit melanjutkan pendidikan tingginya pada salah satu universitas di Sydney. Di universitas ini ia ditempa oleh Profesional. Setiap perkuliahannya dihadapkan langsung pada layar komputer. Mata kuliah hari itu langsung dipraktekkan dan menghasilkan karya. Berbeda dengan pendidikan yang ia jumpai di Indonesia. Dia pernah mencoba iseng ikut masuk kelas temannya. Dia mendapat dongeng sepanjang perkuliahan padahal untuk mata kuliah dengan jenis yang saat itu ia ikuti, akan jauh lebih efektif jika menggunakan metode pembelajaran yang bersifat teknis ketimbang sekedar teoritis.  

Sekembalinya dari pendidikan yang ia tempuh di Sydney, dia mencoba membuat portofolio untuk mendapatkan pekerjaan. Beragam perusahaan ia tawari. Ada yang langsung menolak, ada pula yang malah keder menerima Wadit karena menurut perusahaan tersebut, Portofolionya terlalu Bagus. Hingga pada satu ketika, ia mendapat email dari salah satu stasiun televisi. Stasiun televisi tersebut tertarik dengan karya yang dibuat oleh Wadit. Dengan segenap pertimbangan, Wadit mencoba bergabung dengan stasiun televisi tersebut.

Tidak berlangsung lama, Wadit keluar dari dunia pertelevisian, dia mulai memberanikan diri mendirikan semacam Production House. Hal ini ia lakukan tidak tanpa pertimbangan yang matang. Dalam buku ini, ia menyebutkan poin – poin pertimbangan yang membuat ia mantap berdikari. Lahirlah DemiKamu Production House. Perusahaan yang bergerak dibidang desain visual. Namun sayangnya, DemiKamu Production House tidak bertahan lama.

Tidak putus asa, dia mencoba kembali mendirikan hal yang sama dengan nama yang berbeda. Lahirlah HelloMotion. Tetep, dia mendirikan sesuatu yang bergerak dibidang yang ia sukai,  Gampangannya, mampu menghasilkan duit dari apa yang disukai adalah kebahagiaan tersendiri.

Tidak hanya itu. Dengan memiliki usaha sendiri itu, ia bisa bahagia berkarya, mencukupi kebutuhan rumah tangga dan yang paling penting, bisa sering dekat dengan keluarga.

@nengarie, mojang Bandung yang sedang magang di stasiun televisi dimana Wadit bekerja. Sempat terpisah karena habis waktu magang. Dan dipertemukan kembali saat @nengarie diterima bekerja di stasiun televisi tempat ia magang dulu.

 Keputusan @nengarie bergabung dengan HelloMotion membawa perubahan signifikan pada proses bisnis HelloMotion. Terutama pada tataran manajerial dan keuangan. @nengarie melihat ada yang tidak beres dengan perusahaaan yang selama ini dikelola oleh suaminya itu. Wadit seringkali menelorkan ide ide emas namun dibelakang itu ternyata terdapat eksekusi yang kurang baik. Seperti saat melahirkan HelloMotion Academy. lahirnya ide HelloMotion Academy berhasil membuat Wadit ter-highlight di posisi atas dan mendapat sambutan yang bagus dari rekan kerja juga testimoni yang bagus dari murid – murid HelloMotion Academy, namun dibalik itu, ada ketidakjelasan perencanaan. Seperti Goalnya apa, langkah apa yang harus dilakukan supaya Goalnya tercapai, lama waktu pengerjaannya, besaran biaya yang dikeluarkan dsb. Jika dibiarkan, tentu ini sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup perushaaan. Di sinilah peran besar @nengarie sangat dibutuhkan.

Kreatifitas Wadit yang tak terbatas, dan selalu muncul kapan saja membuat @nengarie memasang kuda kuda di ranah manajerial. Alhasil, Wadit terfokus pada urusan kreatifias. Di sini @nengarie menentukan mana karya kreatifitas Wadit yang layak untuk perusahaan atau hanya buah dari keisengannya saja.  kontrol kualitas dibawah @nengarie membawa HelloMotion menapaki puncak kejayaannya.

“cita – citaku adalah membantumu meraih kesuksesan. Aku Ingin Melihatmu berhasil”

Bagi @nengarie, membantu Wadit adalah Passionnya. Dia menyadari potensi yang dimiliki oleh Wadit, juga mengetahui titik kelemahan Wadit.  @nengarie mencoba menagkap potensinya, kemudian mengelolanya menjadi lebih cantik.

Bersama – sama membangun bisnis tidak membuat mereka lupa peran utamanya sebagai Orang tua. Wadit dengan kemampuan gambarnya, sering menggunakan metode bercerita dengan gambar untuk mendidik anak – anaknya. @nengarie, menyiapkan masa depan anak – anaknya dengan  mengelola keuangan keluarga secara bijak. Seperti Membuat Amplop untuk pos pos pengeluaran.

Seperti yang dikutip dalam buku ini, Yoris Sebastian menyarankan “keuangan keluarga baiknya 70 % untuk kebutuhan sehari - hari, 20 %investasi upgrade diri seperti mengikuti seminar, pelatihan dsb, 10 % untuk berkarya”.  Diantara sekian persen yang ada, jangan lupa sediakan pos untuk mereka yang membutuhkan ya teman – teman.

Tiada jalan yang mulus. Pasti ada kerikil, batu, cekungan, gelombang naik turun, belokan terjal dalam perjalanan kehidupan. Wadit dan @nengarie selalu berusaha menikmati apa yang bisa dinikmati. Mensykuri jalan Tuhan yang disuguhkan.  Memaksimalkan yang dimiliki. dan Mengelola yang ada.


Buku ini bisa mengubah keseharian hubungan  kita dan juga rumah tangga kita jadi lebih “Hidup” dan mungkin juga akan membawa kita jauh bertransformasi. Memanfaatkan waktu – waktu bersama pasangan dengan lebih “produktif”. 

Judul      :  Hellomotion Couple Goals
Penulis    : Wahyu Aditya & Arie Octaviani
Penerbit  : Bentang Pustaka 
Tahun      : 2017 
ISBN        : 978-602-291-385-6